Lampu chattingmu nyala Pop
Dania lagi asyik nonton Dora. Ini kelima kalinya dia menyaksikan DVD yang sama. Apa nggak bosan? Papi mengernyitkan dahi. Ah terserahlah. Yang penting si gembul kecil ini hepi.
So papi menuju kulkas. Selintas Dania melirik. Huh pasti dipikirnya, papi mengambil es loli, favoritnya. Nee! mata papi melacak keberadaan botol hijau. Ah itu dia.
Tak lama papi sudah terhenyak di sofa putih. Bir dingin terasa segar menyiram mulut. Di luar, Almere sedang hujan. Jadi pas, pikir papi.
Layar laptop masih berisi facebook. Oh iya, taruh foto ah.
Mendadak ruang kecil di bawah mencuri perhatian. Ada empat orang sedang online untuk chatting. Ini toch biasa. Tapi yang buat papi agak "mulas" adalah Poppy Rasjad. Dia online.
Terdiam.
Tangan papi mengklik namanya. Terbukalah kolom chatting. Segera papi mematikan kembali kolom tersebut.
Tenggorokan terasa sangat kering. Bir sulit masuk.
Kolom itu kembali terbuka. Tanpa papi klik. Seolah-olah di ujung sana Poppy balas memanggil untuk chatting.
Tentu papi tahu. Itu jelas keluarganya, entah orang tua, adik, kakak, tante, om, yang memakai login dia.
Poppy sudah wafat. Hidupnya berakhir di rumah sakit setelah perempuan aktif ini keserempet angkutan umum -ya ampun Pop- metromini. Mungkin waktu itu ia terlalu sibuk mengetikkan kata lewat selularnya untuk posting facebook. Mungkin. Soalnya Poppy suka online, entah di facebook, entah di tempat lain.
Di balik kekagetan papi saat senja waktu Belanda tersebut, tersirat rasa sedih.
Kok bisa begitu cepat. Hidup manusia begitu rentan. Tak berdaya. Dan sekaligus mengingatkan papi, bahwa manusia bisa meninggal(dan juga tua baru meninggal). Hidup pasti ada akhir.
Pengalaman chatting sunyi (denganmu) itu begitu berkesan Pop. Walau tak ada satupun kata diketik. Kendati cuma melihat namamu online.
Sekali lagi, selamat jalan.