maandag 20 november 2006

11 Weken 1 Dag



Gambar menceritakan seribu kata..

Tembok Cina



Great Wall of China. Di Belanda disebut sebagai Lange Muur. Di Indonesia lebih sederhana lagi: Tembok Cina. Istilah dalam bahasa Inggris Great Wall itu sebenarnya secara alih bahasa kurang pas. Sebutlah kalau itu dimaksud dengan fakta bahwa tembok yang membentengi antara Cina dan Mongolia tersebut memang luar biasa: Great! Tapi istilah Cina-nya(tulisan Pinyin: Wànli Chángchéng artinya tembok panjang 10 ribu li, satu li setara sekitar 500 meter) cocok dengan sebutan dalam bahasa Belanda Lange Muur=Long Wall=Tembok Panjang. Tapi sebutan dalam bahasa Indonesia yang menyedihkan yaitu Tembok Cina. Seolah-olah tembok tersebut cuma tembok biasa buatan orang Cina dan nggak ada istimewanya. Aneh memang. Mengapa ahli bahasa Indonesia membahasakan Great Wall/Lange Muur/Wanli Changcheng itu cuma dengan dua kata sederhana Tembok Cina.



"This is a Great Wall and only a great people with a great past could have a great wall and such a great people with a such a great wall will surely have a great future."

Richard M. Nixon



Tembok Cina memanjang dari Shanhaiguan hingga ke Jiayuguan Pass di gurun Gobi. Total 6352 km. Tingginya bervariasi antara 7 sampai 8 meter. Lebar antara 5 sampai 8 meter. Untuk ukuran lebar dipakai ukuran lima kuda berbanjar. Ini dimaksud agar laju pasukan penjaga ataupun laju pasokan bahan baku berjalan lancar.

Pembangunan tembok ini bermula sejak dinasti pertama Qin Shi Huang dan berlanjut terus pada dinasti Han, Wei, Qi dan Shui. Pada prinsipnya tembok ini bertujuan untuk mencegah serangan-serangan dari Mongol, Hunnic, Turkic dan suku lain yang mendiami daerah Mongolia dan Manchuria. Ironinya, dibangun secara berdarah-darah, tembok tebal yang dijaga 25 ribu pasukan ini sama sekali tak dapat mencegah masuknya musuh. Genghis Khan dengan mudahnya masuk Beijing. Kabarnya tak perlu dengan kekerasan tapi cukup dengan nyogok penjaga. Kemudian tembok ini tak mampu pula meredam serangan Jepang dari laut. Tentu tembok ini nggak ada gunanya menghadang serangan laut. Serta gagal pula menghambat sergapan Eropa. Namun tak disangkal tembok luar biasa ini menjadi sumber pendapatan serta simbol kebanggaan Cina.



Nita Nito sukses naik tembok Cina sampai pos pertama. Hebatnya ini dilakukan saat Nita tengah "spesial".

zondag 19 november 2006

Beijing



Beijing, ibukota Cina, luas hampir 17 ribu km persegi dengan penduduk total 15 juta. Jakarta, ibukota Indonesia, yang Nito anggap gede aja ternyata cuma 662 km persegi dengan penduduk sembilan jutaan. Perbandingan lainnya adalah ibukota Belanda, Amsterdam, yang luasnya cuma 167 km persegi. Jadi bisa kebayang segede apa ibukota Beijing.

Beijing merupakan gerbang pertama perjalanan Nita Nito. Penerbangan dari Amsterdam memakan waktu kurang lebih sembilan jam. Seperti yang udah dibilang kemarin, Nita pusing dan mual berat. Mungkin karena kondisinya yang sedang "spesial". Antrian panjang mewarnai pemeriksaan imigrasi. Nggak heran Cina merupakan tujuan terbanyak keempat di dunia. Padahal November merupakan musim wisata rendah. Artinya, seharusnya, tidak banyak wisatawan di Cina. Petugas imigrasi menjalankan tugasnya secara ketat tapi tidak reseh. Jadi inget petugas imigrasi di Indonesia yang sering cengengesan dan reseh(paling tidak yang Nito alamin).




Kalau diperhatikan pusat kota Beijing, dan kemudian mewarnai wilayah lain, berbentuk kotak. Ini tidak lepas dari pengaruh tradisional Cina, yang memperhatikan empat penjura mata angin. Jadilah bentuk centrum Beijing itu kotak. Beda dengan kota-kota di Eropa.

Sebagai pusat Beijing adalah Forbidden City, kota terlarang, yang dulunya dihuni kaisar. Nito udah nggak inget lagi namanya. Lagipula ini bukan blog sejarah Cina. Jadi lupa nama kaisar tak penting. Kemudian di selatannya terletak alun-alun Tianamen. Populer karena peristiwa demo gede-gedean pemuda-pemudi tahun 1989.



Karena Beijing gedenya minta ampun, maka transportasi yang paling bagus buat turis kayak kami berdua adalah naik taksi. Pertama karena murah dan dapat dipercaya. Tarif taksi beragam antara satu sampai dua Yuan. Tergantung bagus tidaknya mobil. Kalau mobilnya keren, keluaran tahun-tahun belakangan maka per km dikenakan 2 RMB Yuan. Kalau udah tua dikenakan 1,20 RMB Yuan. Kalo lumayanan tahunnya, dan nggak jelek amat maka per km 1,60 RMB Yuan. Dapat dipercaya karena, katanya, mereka nggak bakal sengaja muter-muterin turis supaya argonya jadi mahal. (Duh jadi inget supir taksi di Amsterdam dan Jakarta yang kalau nggak tahu jalan bakalan sengaja diputer-puter supaya bayarnya jadi mahal). Jangan lupa Cina adalah negara komunis. Rakyatnya diatur secara ketat termasuk sopir taksi. Jadi kalo ada sopir taksi ketahuan nakal, tuh orang bakal dihukum berat. Namun patut diingat bahwa mereka 99,99% tak berbahasa Inggris. Jadi kita kudu nulis alamat yang dituju dengan bahasa Cina, supaya mereka ngerti. Untuk urusan nulis tinggal minta tolong sama petugas hotel atau tour guide.

Uniknya semua taksi di Cina pake pembatas antara sopir dan penumpang. Nggak jelas ini maksudnya apa. Tapi dari fungsinya kelihatan untuk menjaga sopir taksi dari ancaman penumpang. Hehehe. Rupanya di Cina sopir taksi lebih takut kepada penumpangnya ketimbang sebaliknya.



Satu lagi catatan Nita Nito. Bahwa di Cina melulu sangat murah adalah mitos belaka. Kami makan malam pertama menghabiskan 210 RMB Yuan. Besoknya malah lebih mahal lagi 270 RMB Yuan. Yeah, Nito tahu itu cuma sekitar 20 sampai 30 Euro. Masalahnya mitos yang digembar-gemborkan adalah dengan 2 Euro kita udah dapat makanan lengkap. Itu yang nggak bener. Demikian juga urusan belanja, nggak bener harga barang di Cina sangat murah. Harganya tidak terlalu murah dan, memang, juga tidak terlalu mahal.

Memang ada makanan murah. Kami menemukan makan kenyang dengan harga 50 sampai 150 RMB Yuan, atau sekitar 5 sampai 15 Euro. Tapi untuk menemukan restoran macam ini kita harus go local. Artinya siap-siap terjun bebas dalam kebiasaan Cina. Termasuk kebiasaan ngeludah reak dengan suara yang super keras itu. Barang-barang murah juga ada. Tapi biasanya tidak bermerek dan hanya ada di pasar-pasar biasa.

Satu lagi yang penting adalah MEREKA CUMA BISA BAHASA MANDARIN, jadi komunikasi paling efektif adalah dengan bahasa tarzan. Kami kadang-kadang menggunakan buku kamus bahasa Cina kecil untuk menerangkan apa mau kami.



Yang di atas ini kami berfoto di Pasar Baru-nya atau Kalverstraat-nya Beijing: Wangfujing atau Wangfujiang.



zaterdag 18 november 2006

Cerita dari Cina



Kami berusaha untuk memperbaharui blog ini dari Cina. Tapi percaya atau tidak, kami gagal. Bukannya Nita dan Nito tidak mencoba. Kami coba dari Xi'an, kemudian kami coba di Guangzhou dan terakhir di Hong Kong. Di Xi'an dan Guangzhou, alamat situs blog kami sama sekali tak bisa dipanggil. Entah nggak tahu apa sebabnya. Nito pernah dengar tentang pembatasan internet di Cina, terutama kalau membuka situs-situs media alternatif seperti, misalnya, blog-blog media di internet. Apakah ini sebabnya? Jadi semua situs yang terdaftar sebagai blog langsung dihambat untuk dibuka di Cina. Nggak tahu deh. Anyway di Hong Kong, daerah Cina yang bebas terbatas, kami malas cek blog. Soalnya tanggung, sudah mau balik ke Belanda.





Liburan kami di Cina: LUAR BIASA. Mungkin ini bisa terasa kalau melihat foto-foto dan film yang kami buat. Walau tentu saja gambar-gambar tersebut hanyalah mewakili 40% luar biasa. Awalnya Nita sempat mual-mual akibat perjalanan peswat terbang. Dan mual plus pusing ini masih terbawa sampai saat kita jalan-jalan di Beijing dan tempat lainnya. Tapi itu sama sekali nggak mengganggu.




Oiya. Kami dari Beijijng kemudian melanjutkan perjalanan dengan kereta malam ke Xi'an terus dengan pesawat terbang ke Guilin, dengan kapal sungai ke Yangshuo, dari kota kecil indah tersebut kami bali Ke Guilin untuk mengejar kereta malam ke Guangzhou. Dari sana kami ke Hong Kong pakai kereta cepat. Total 13 hari kami mengadakan perjalanan dari Cina Utara ke Selatan.

Hotel yang kami tempati paling bagus: Xi'an. Makan malam terenak: Guangzhou. Makan siang terenak: Xi'an. Sarapan paling enak: YMCA Hong Kong. Kota paling asyik: Yangshuo. Belanja paling seru: Xi'an dan Hong Kong.

Nita dan Nito punya banyak cerita. Nanti akan kami beberkan dalam posting yang lain.

zaterdag 4 november 2006

Eindelijk

Finally, eindelijk, akhirnya, kita pergi ke Cina. Segala persiapan selama satu bulan setengah, perasaan harap-harap cemas, semua bercampur jadi satu hari ini. Maklum ini kali pertama kami ke sebuah wilayah yang tidak menggunakan aksara latin. Dengan kata lain masalah komunikasi, yang juga ditulis para traveler di berbagai forum internet, majalah dan buku, akan kami hadapi. Tapi itu semua menyenangkan.

Moga-moga kami bisa sempat akses internet dari Cina untuk mengisi blog ini.

Tot over 2 weken..