dinsdag 26 december 2006

Natal Tanpa Makan



Bisakah? kelihatannya tidak. Natal, walaupun dalam kisah sesungguhnya jauh dari suasana pesta, sulit dipisahkan dari perayaan meriah. Bayangkan. Dua atau satu pekan, ada juga yang tiga hari sebelum Natal, kantor-kantor menyelenggarakan pesta. Entah itu pesta sederhana sekedar kumpul atau pesta besar-besaran dengan makanan mewah dan grup musik. Biasanya juga disertai dengan pesan-pesan dari pemimpin perusahaan. Rasanya hampir tak ada(mungkin juga tak ada sama sekali) pesta Natal di Belanda yang disertai ibadah Natal. Ingat di Indonesia? semua perusahaan dan kantor punya ibadah Natal sendiri. Natal itu ibadah di Indonesia. Di Belanda, dia jadi pesta. Sekedar pesta.



Yang sama ya itu. Makan. Makanya media di Belanda saling berlomba menurunkan laporan seputar tips menjaga berat badan selama hari raya hingga akhir tahun. Kenapa makan? ya karena dengan makan biasanya kita semua berkumpul. Nggak percaya? coba pasang papan pengumuman tulisnya: Makan Gratis. Dijamin semua orang ngumpul. Hehehehe. Tapi jangan pandang jelek dengan makan itu. Sebab sejatinya makan hanyalah media. Sebuah cara untuk mencapai tujuan sesungguhnya. Yaitu ngumpul. Ayah, Ibu, Anak bekumpul jadi satu. Makan memang mempersatukan kita. Tapi makan hanyalah alat. Yang penting ngumpul.



Jadi mungkinkah Natal tanpa makan. Hampir tak mungkin. Mereka yang miskin di Belanda pada saat masa Natal juga dikumpulkan oleh makan-makan yang diselenggarakan organisasi sosial. Mereka yang mampu berkumpul bersama menikmati hidangan, biasanya gourmet, sambil ngobrol dan tertawa. Natal dan Makan nampaknya tak terpisahkan. Tak apa. Tuhan tak keberatan.